Jenis- Jenis Seni Pertunjukan di Bengkulu



BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang


Bengkulu adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia dan kota. Bengkulu ini menjadi ibu kota dari provinsi Bengkulu itu sendiri yang terletak di  kawasan pesisir barat Pulau Sumatera yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia dan berada pada koordinat 300 45’ – 300 59’ Lintang Selatan dan 102014’ – 1020 22’ Bujur Timur dengan luas wilayah 151,7 km2 ditambah 1 pulau dengan luas 2 Ha  dan lautan seluas 387,6 Km2.

Bengkulu berasal dari bahasa Melayu-Jawi kata bang yang berarti “pesisir” dan kulon yang berarti “barat”, kemudian terjadi pegeseran pengucapan bang berubah menjadi beng dan kulon menjadi kulu. Propinsi Bengkulu banyak dijumpai peninggalan sejarah dan budaya nenek moyang, yang mana warisan tersebut dapat mengungkapakan bahwa di daerah bengkulun sejak dahulu kala telah dihuni oleh kelompok manusia yang memiliki bberdasarkan etnis seperti Kerajaan Sungai Serut, Kerajaan Selebar, Kerajaan Pat Petulai, Kerajaan Balai Buntar, Kerajaan Sungai Lemau, Kerajaan Sekiris, Kerajaan Gedung Agung, dan Kerajaan Marau Riang. Di bawah Kesultanan Banten, mereka menjadi vazal. Berbagai  bahasa yang terdapat di daerah Bengkulu. Penduduk asli dari kota Bengkulu berasal dari 4 suku bangsa melayu, sebagian besar bermukim di kota madya Bengkulu, rejang Bengkulu utara, serawai, begkulu selatan dan  Enggano. Orang melayu merupakan kelompok etnik yang terbesar jumlahya di daerah Bengkulu, menurut perkiraan mereka merupakan campuran anatra suku asli Bengkulu orang melayu pendatang dari Jambi, Riau, Palembang, Minangkabau dan daerah lainnya. Arus perpindahan dan kedatangan bangsa-bangsa atau suku bangsa membawa pengaruh kebudayaan dalam arti seluas-luasnya. Pada zaman Hindu sedikit sekali pengaruhnya, contoh sisa peninggalan kebudayaan  Hindu ialah masih ada dari masyrakat Bengkulu yang melakukan pemberian sesaji terhadap roh-roh, upacara dewi padi, pengertian hokum karma dll. Ada juga dari suku India sebagai buruh dan tentara pemantu kerajaan inggris  membawa kesenian. Tidak hanya kesenian yang beragam di daerah Bengkulu, bahasa pun juga beragam di daerah Bengkulu,
antara lain sebagai berikut:
1. Bahasa Ra-Hyang atau Re-Hyang (Rejang).
2. Bahasa Enggano (Pulau Perempuan).
3. Bahasa Lampung.
4. Bahasa Malayu Ippoh (Muko-muko, Lubuk Pinang, Bantal, Lima Koto, Ketahun, Pasar Bengkulu, dsb).
5. Bahasa Malayu Lembak (Tanjung Agung, Dusun Besar, Pada Dewa, dsb).
6. Bahasa Malayu Kotamadya Bengkulu.
7. Bahasa Malayu Serawai dan Pasemah (Pha-semah) yang penyebarannya meliputi Manna, Tais, Kepalak Bengkerung, Tanjung Sakti, Padang Guci, Kedurang, Kaur, dsb.
8. Bahasa Malayu Bintuhan.

Tiga komunitas bahasa, yaitu Rejang, Enggano dan Lampung tidaklah termasuk dalam kelompok rumpunan Bahasa Malayu yang dikemukakan sebelumnya. Tiga etnik ini memiliki kelompok rumpunan bahasa tersendiri, dan etnik inilah yang merupakan penduduk asli negeri Bengkulu. Tidak hanya banyak bahasa di daerah Bengkulu, Bengkulu juga memiliki banyak seni pertunjukan baik itu berupa teater maupun tarian. Seni pertujukan tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat seni pertunjukan muncul. Oleh sebab itu setiap seni pertunjukan di daerah mencerminkan kebiasaan, kebudaayaan serta kepercayaan  yang mereka anut. Sehingga seni perunjukan yang ada di Indonesia ini memiliki ciri khas didaerah mereka  masing-masing.

B. Rumusan  Masalah
a.       Bagaimana ciri-ciri seni pertunjukan yang ada di daerah Bengkulu?
b.      Apa judul seni pertunjukan tersebut?
c.        Bagaimana ringkasan dari macam seni pertunjukan yang ada di daerah Indonesia?

C. Mamfaat

a. Untuk mengetahui ciri-ciri seni pertunjukan yang ada di daerah Bengkulu
b. Untuk mengetahui judul atau nama seni pertunjukan tiap daerah Bengkulu
c. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam mepelajari mata kuliah Seni
     Pertnjukan Indonesia (SPI).


BAB II
Pembahasan


  1. Ragam Seni Pertunjukan di Bengkulu


1.      Seni Pertunjukan Teater di Bengkulu

a.      Teater Rakyat Bengsawan
Seni pertunjukan – teater rakyat yang disebut “Panggung Bangsawan” ini berasal dari Wayang Parsi (Persia- Iran) yang dibawa oleh orang-orang Majusi ke Pulau Penang tahun 1870 an. Wayang Parsi ini kemudian diadopsi oleh Abu Muhammad Adnan alias Mamak Phusi yang memperkenalkan sandiwara gaya komedi stambulnya dengan nama “Phusi Indra Bangsawan of Penang”. Kelompok kesenian ini kemudian lebih populer dengan sebutan “Wayang Bangsawan” atau “Indra Bangsawan”.
Teater rakyat Bangsawan ini diperkirakan masuk ke Pulau Penyengat (Tanjung Pinang – Riau) tahun 1906 an. Dan selanjutnya lebih berkembang di wilayah Daik – Lingga dan Dabo – Singkep (Riau) dengan Komedi Bangsawan atau Panggung Bangsawan. Panggung Bangsawan ini juga menyebar ke berbagai wilayah dengan sebutan – nama (istilah) yang berbeda seperti “Bamanda” atau “Mamanda” (Kalimantan Selatan); “Bakda Muluk” atau Dul Muluk” dan “Bangsawan”” (Sumatera Selatan); Sinlirik (Sulawesi Selatan); “Tonil Sambrah” (Betawi); dan sebagainya.
Di Bengkulu sendiri, kononnya di daerah Padang Ulang Tanding (Kabupaten Lebong) pernah berkembang sebuah seni pertunjukan – teater rakyat yang juga disebut “Komedi Bangsawan” atau “Bangsawan” saja. Persisnya tidak diketahui apakah ada pengaruh dari “Bangsawan” Sumatera Selatan atau “Komedi Bangsawan” Riau.
Bung Karno semasa pengasingannya di Bengkulu (1938-1942) juga sempat, mempopulerkan sandiwara tonil yang diberi nama “Monte Carlo”. Beberapa karyanya yang sempat meladak dan menjadi “box office” (laris manis) yaitu Rainbow (Poetrie Kentjana Boelan), dan Dokter Pengiblis Sjetan. Tetapi, sebelumnya (tahun 1937), di Bengkulu sudah ada pertunjukan tonil. Sayangnya, tulisan pada photo yang saya temukan tidak bisa menjelaskan lebih jauh – karena hanya terbaca tulisan “Pertoendjoekan Tooneel Redde Krus Tiongkok 8 – 9 – 37”.
Tetapi munculnya sandiwara tonil Panggung Bangsawan Bengkulu yang dipopulerkan oleh Komunitas Seniman Bengkulu (KSB) sejak tahun 2000 tidak sekedar menambah deret panjang sejarah perkembangan teater rakyat di Indonesia. Boleh jadi, atau bahkan lebih tepatnya sebagai pertanda – upaya gerakan revitalisasi budaya lokal – local wisdom (kearifan budaya). Seperti yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan dirinya “Rejung Pasirah” di Sumatera Selatan, Ketoprak Humor – Ketoprak Campursari – Ludruk Glamour (di layar kaca), dan sejenisnya.
Ditengah ancaman krisis kebudayaan, munculnya sandiwara tonil Panggung Bangsawan Bengkulu merupakan sebuah langkah strategis dalam upaya penguatan jatidiri – identitas produk budaya lokal. Ceritera-ceritera lokal seperti Putri Gading Cempaka, Ratu Samban, Raja Lelo, Putri Serindang Bulan, Putri Kencana Bulan (Rainbow) dikemas dengan gaya komedi stambul ternyata lebih menarik dari ceritera pakemnya. Dan lebih menariknya lagi, karena didukung oleh para pemain yang memiliki latar belakang pendidikan, pekerjaan, agama, serta suku bangsa yang berbeda. Bahkan tak jarang menghadirkan bintang tamu dari kalangan elite – politisi, akademisi, maupun petinggi (pejabat) daerah. Oleh karenanya tak mengherankan, jika setiap ada pertunjukan Panggung Bangsawan Bengkulu selalu dipenuhi oleh penonton. Sayangnya, Panggung Bangsawan Bengkulu hingga saat ini masih bergantung pada sponsorshipnya. Dan memang belum juga menjadikan sebagai andalan pekerjaan bagi para senimannya

b.      Nandai Batebah

Teater tradisional yang disebut Nandai Batebah teater ini juga sering disebut sebagai “Andai-andai” atau “Geguritan”. Nandai Batebah merupakan istilah yang terdiri atas dua kata, yaitu “Nandai” dan “Batebah”. Nandai yang berasal dari kata “andai” berarti “misalkan”, “jika” atau “umpama”. Sementara, batebah berarti “ditembangkan” atau “dilagukan”. Sedangkan, andai-andai berarti “perumpamaan”. dan, geguritan yang berasal dari kata dasar “gurit” berarti “bersenandung”. Berdasarkan arti dari berbagai kata tersebut, maka nandai batebah dapat diartikan sebagai suatu ceritera “berandai-andai” yang disampaikan oleh juru nandai dengan cara dilagukan atau ditembangkan .

Ceritera-ceritera yang disenandungkan adalah ceritera-ceritera rakyat Bengkulu yang sarat dengan nilai-nilai. Teater ini berfungsi tidak hanya sebagai pelepas rutinitas dalam kehidupan keseharian masyarakat pendukungnya, tetapi juga untuk menghibur sebuah keluarga yang salah satu anggotanya meninggal dunia, sehingga mereka tidak larut dalam kesedihan yang mendalam
.

·         Pemain, Peralatan, Tempat dan Waktu Pertunjukan

a.       Pemain

               Pemain nandai batebah hanya satu orang, yaitu juru nandai (biasanya laki-laki). Agar pertunjukkan dapat berjalan mulus dan sempurna, maka seorang juru nandai harus: (1) memahami ceritera klasik daerah Bengkulu; (2) mengatur volume suara, artikulasi dan intonasi; (3) mahir memainkan lagu-lagu dengan irama yang khas; (4) dapat menciptakan humor yang halus ataupun tajam; (5) mahir menciptakan kalimat-kalimat sastra; dan (6) paham tentang bahasa-bahasa kiasan, peribahasa dan perumpamaan yang hidup di kalangan masyarakat Bengkulu. Dengan demikian, walaupun tanpa mempersiapkan skenario yang tertulis, dengan spontan ia dapat menggelarkan nandai batebah dengan baik.
b.      Peralatan
Teater yang disebut sebagai nandai batebah ini hanya menggunakan sebuah alat yang disebut gerigik. Gerigik adalah semacam tabung yang terbuat dari bambu (seperti peralatan dapur yang digunakan untuk membawa dan menyimpan air). Bagian samping atasnya dilubangi untuk memasukkan air. Lubang itu berfungsi sebagai “pegangan” dalam menentengnya. Caranya adalah dengan memasukkan kedua jari ke dalam lubang tersebut. Kemudian, bagian atasnya dilapisi dengan kain atau apa saja agar terasa empuk karena selama pertujukkan berlangsung, lengan kiri atau lengan kanan juru nandai berada atau ditumpangkan di atasnya. Sedangkan, bagian bawahnya atau dasar gerigik diletakkan pada lantai. Di samping gerigik biasanya juga disertai dua bantal untuk penopang kedua belah paha kiri dan kanan juru nandai.

             Pertunjukan nandai batebah biasanya dilengkapi dengan sesaji agar terhindar dari gangguan roh-roh jahat, sehingga pertunjukan dapat berjalan lancar. Sesaji berupa jambar dengan gulai ayamnya diletakkan di atas jambar tai. Jambar adalah nasi ketan berkunyit (ketan kuning) dibuat sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti sebuah gunung dan ditempatkan bersama gerigik di hadapan juru nandai. Sementara untuk menjamu tamunya, penyelenggara biasanya menyediakan makanan tradisional, seperti: sagon, lepe’ pisang, lepe’ ubi dan cucur pandan.

              Pertunjukan nandai batebah biasanya diadakan di tempat yang agak tertutup seperti serambi atau ruangan tengah rumah. Di tempat-tempat seperti itu mereka duduk secara melingkar (membentuk lingkaran-oval), sehingga suara juru nadai dapat terdengar dengan jelas. Jika pertujukkan bertempat di ruangan tengah rumah, maka pintu dan jendela dibuka, sehingga penonton yang tidak dapat duduk di dalam (karena telah penuh) dapat menikmatinya dari luar. Biasanya pertunjukkan dilakukan pada malam hari, yaitu dari pukul 20.00 (setelah sholat Isya) sampai pukul 04.00 WIB (menjelang waktu subuh). Jika ceritera (lakon) yang dibawakan oleh juru nadai tidak selesai (tamat) dalam satu malam, maka pada malam berikutnya dilanjutkan dalam waktu yang sama. Sebagai catatan, jika pertunjukkan bertempat di kediamanan orang yang sedang berduka cita, maka hanya beberapa jam saja. Maksimal hanya sampai tengah malam.


·         Jalannya Pertunjukkan

        Pada hari dan waktu yang telah disepakati, datanglah juru nandai ke rumah penyelenggara. Ia disambut oleh tuan rumah dan dipersilahkan duduk di atas tikar pada tempat yang telah disediakan. Melihat kehadiran sang juru nandai, para undangan dan tetangga pun berdatangan. Mereka disambut oleh tuan rumah dan dipersilahkan duduk secara melingkar. Sebagai catatan, jika pertunjukkan dilakukan di ruang tengah rumah, maka jendela dan pintunya dibuka lebar-lebar, sehingga ketika ruang tersebut penuh, mereka dapat menyaksikannya dari luar.

          Ketika para undangan, tetangga, dan penonton lainnya sudah berdatangan, maka pihak tuan rumah menaruh sesaji yang berupa jambar dan gulai ayam di hadapan juru nandai. Selain itu, agar juru nandai dapat duduk dengan nyaman, maka pihak tuan rumah menyediakan dua buah bantal. Setelah itu, seseorang yang mewakili tuan rumah menyerahkan gerigik kepada juru nandai sebagai isyarat bahwa pertunjukkan dapat dimulai. Dengan adanya isyarat itu, maka juru nandai segera mengambil kedua bantal yang telah disediakan, lalu menaruhnya di bawah kedua lututnya (bantal yang satu ada di bawah lutut kiri dan yang satunya lagi ada di bawah lutut kanan) Sedangkan, gerigik digunakan untuk menopang lengannya secara bergantian (kiri dan kanan), sehingga posisi badan tetap tegak. Selanjutnya, juru nandai berdoa kepada Allah SWT agar pertunjukan dapat berjalan dengan lancar dan pihak keluarga serta para tetangga maupun handai taulan yang hadir selalu diberi rahmat-Nya.
Seusai berdoa, juru nandai mulai ber-nandai dengan mengucapkan rejung (pembukaan yang berbentuk prosa liris). Isinya adalah tentang permintaan maaf, jika dalam ber-nandai ada kekurangan atau kekhilafan. Selanjutnya, juru nandai memaparkan salah satu ceritera rakyat Bengkulu dalam bahasa Serawai dan dalam bentuk prosa irama. Jadi, kalimat-kalimat yang tersusun dalam bait-bait puisinya secara keseluruhan mewujudkan sebuah porsa liris. Adapun lagu-lagu yang menyertainya disesuaikan dengan ceritera yang dibawakannya. Pemaparan itu dilakukan babak demi babak sampai akhirnya tamat. Dan, dengan tamatnya suatu ceritera, maka berakhirnya pertunjukkan nandai batebah.

             Sebagai catatan, dalam pertunjukkan nandai batebah, juru nandai tidak melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu, tetapi hanya duduk bersila. Jika pendengar tampak mengantuk ketika mendengar cariteranya, ia hanya membuat kejutan-kejutan dengan menyaringkan atau mengeraskan suaranya.
·         Nilai Budaya

               Nandai batebah, sebagai salah satu jenis teater tradisional khas Bengkulu, jika dicermati secara seksama, mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai itu antara lain adalah kesetaraan, ketenggang-rasaan, kreativitas, dan religius. Nilai keseteraan tercermin dalam pergelaran nandai batebah itu sendiri. Dalam konteks ini para pendengar sama-sama duduk di atas tikar yang telah disediakan oleh tuan rumah dalam formasi melingkar. Jadi, tidak ada yang lebih tinggi dan atau rendah. Semuanya diperlakukan sama (sederajat).
 
             Nilai ketenggang-rasaan tercermin dalam pergelaran yang ditujukan kepada keluarga yang sedang berduka cita karena salah seorang anggotanya meninggal dunia. Pagelaran ini memang dimaksudkan agar keluarga yang sedang berduka cita tersebut terhibur, sehingga tidak larut dalam kesedihan yang berlebihan. Namun demikian, pagelaran tidak dilakukan sampai pagi, tetapi hanya beberapa jam. Dan, ini adalah sebagai wujud ketenggang-rasaan.

             Nilai kreativitas tercermin dalam diri juru nadai. Dalam konteks ini juru nandai harus memahami ceritera klasik daerah Bengkulu; mengatur volume suara, artikulasi dan intonasi; mahir memainkan lagu-lagu dengan irama yang khas; dapat menciptakan humor yang halus ataupun tajam; mahir menciptakan kalimat-kalimat sastra; paham tentang bahasa-bahasa kiasan, peribahasa dan perumpamaan yang hidup di kalangan masyarakat Bengkulu. Dengan demikian, walaupun tanpa mempersiapkan skenario yang tertulis, dengan spontan ia dapat menggelarkan nandai batebah dengan baik. Untuk itu, diperlukan kreatifitas yang tinggi.

             Nilai religius tercermin dalam doa yang dipanjatkan oleh juru nandai. Dalam konteks ini, sebelum pergelaran dimulai, juru nandai berdoa kepada Allah SWT agar pertunjukkan dapat berjalan dengan lancar dan pihak keluarga serta para tetangga maupun handai taulan yang hadir selalu diberi rahmat-Nya.

2.      Seni Pertunjukan Tari di Bengkulu

a.      Seni Tari Andun


Tarian Tradisional Bengkulu

Satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Bengkulu. Tarian ini termasuk jenis tarian pergaulan yang biasanya ditampilkan oleh para penari pria dan penari wanita. Tari Andun merupakan tarian tradisional yang cukup terkenal di Bengkulu, terutama di daerah Bengkulu  Selatan. Tarian ini biasanya sering ditampilkan di berbagai acara seperti acara adat, penyambutan, maupun acara budaya yang diselenggarakan di sana.

·         Sejarah Tari Andun

Menurut sejarahnya, Tari Andun dulunya merupakan salah satu tarian tradisi masyarakat Bengkulu yang sering ditampilkan pada acara adat, terutama pada pesta panen raya. Tarian ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat akan hasil panen yang mereka dapatkan. Dalam acara tersebut biasanya diikuti oleh semua masyarakat, terutama para pemuda pemudi. Konon selain menjadi tarian pergaulan, tarian ini juga menjadi media mencari jodoh atau pasangan hidup bagi para kaum muda.

Seiring dengan berjalannya waktu, tarian ini mulai berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas. Dalam perkembangannya, Tari Andun tidak hanya ditampilkan pada acara panen raya saja, namun juga sering ditampilkan untuk memeriahkan berbagai acara, seperti pernikahan adat, penyambutan, dan acara besar lainnya.

·         Fungsi Dan Makna Tari Andun

Tari Andun awalnya merupakan tarian yang bersifat hiburan dan difungsikan untuk memeriahkan suatu acara. Namun seiring dengan berjalannya waktu, tarian ini mulai berkembang menjadi tarian pertunjukan. Tari Andun ini dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan masyarakat atas berkat yang mereka dapatkan. Selain itu tarian ini juga menggambarkan jiwa sosial masyarakat, dimana semangat kebersamaan di antara mereka sangat dijunjung tinggi.

·         Pertunjukan Tari Andun

Tari Andun biasanya ditampilkan oleh para penari pria dan penari wanita. Jumlah para penari biasanya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Untuk upacara adat, siapa saja diperbolehkan untuk ikut menari, namun harus menyesuaikan dengan tempat atau arena menari. Sedangkan untuk pertunjukan tari, biasanya jumlah penari disesuaikan dengan kelompok tari atau sanggar yang akan menampilkannya.

Dalam pertunjukan Tari Andun, biasanya para penari menari dengan diiringi musik pengiring. Gerakan dalam Tari Andun ini pada dasarnya cukup sederhana, mengingat bahwa tarian ini merupakan tarian yang bersifat sosial sehingga para pemula pun bisa melakukan dan ikut menari besama. Walaupun gerakannya cukup sederhana, namun setiap gerakan dalam tarian ini tentu memiliki makna khusus di dalamnya.

·         Pengiring Tari Andun

Dalam pertunjukan Tari Andun  biasanya diiringi oleh alunan musik tradisional seperti gong, gendang dan musik kolintang khas Bengkulu. Untuk irama yang dimainkan dalam mengiringi Tari Andun biasanya merupakan irama bertempo cepat. Alat musik pengiring tersebut dimainkan secara apik dan padu oleh kelompok pengiring, sehingga menghasilkan alunan musik yang khas.

·         Kostum Tari Andun

Untuk kostum Tari Andun ini biasanya disesuaikan juga dengan kebutuhan atau acara. Untuk acara adat biasanya para penari menggunakan busana bebas namun tetap sopan. Sedangkan untuk acara pertunjukan tari, biasanya para penari menggunakan busana tradisional khas Bengkulu.

·         Perkembangan Tari Andun

Dalam perkembangannya, Tari Andun masih terus dilestarikan dan dikembangkan hingga sekarang. Tarian ini masih sering ditampilkan di berbagai acara seperti pernikahan adat, penyambutan tamu penting, pesta rakyat dan acara adat lainnya. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya, bahkan promosi pariwisata. Tari Andun kini juga tidak hanya dikenal oleh masyarakat Bengkulu saja, tarian ini juga mulai dikenal oleh masyarakat luas, khususnya di Indonesia.


b.      Tari Kejei


Tarian Tradisional Bengkulu

Tari Kejei merupakan kesenian rakyat Rejang yang dilakukan pada setiap musim panen raya datang. Tarian tersebut dimainkan oleh para muda-mudi di pusat-pusat desa pada malam hari di tengah-tengah penerangan lampion. Kekhasan tari ini adalah alat-alat musik pengiringnya terbuat dari bambu, seperti kulintang, seruling dan gong. Tarian dimainkan sekelompok orang yang membentuk lingkaran dengan berhadap-hadapan searah menyerupai jarum jam.

Tarian ini pertama kali dilaporkan oleh seorang pedagang Pasee, bernama Hassanuddin Al-Pasee yang berniaga ke Bengkulu pada tahun 1468. Tapi, ada pula keterangan dari Fhathahillah Al Pasee, yang pada tahun 1532 berkunjung ke Bengkulu.  Tari Kejei dipercaya sudah ada sebelum kedatangan para biku dari Majapahit. Sejak para biku datang, alat musiknya diganti dengan alat dari logam, seperti yang digunakan sampai saat ini. Acara kejei dilakukan dalam masa yang panjang, bisa sampai 9 bulan, 3 bulan, 15 hari atau 3 hari berturut-turut.
Tari Kejei dipercaya sudah ada sebelum kedatangan para biku dari Majapahit. Sejak para biku datang, alat musiknya diganti dengan alat dari logam, seperti yang digunakan sampai saat ini. Acara kejei dilakukan dalam masa yang panjang, bisa sampai 9 bulan, 3 bulan, 15 hari atau 3 hari berturut-turut. Tari ini adalah tarian sakral yang diyakini masyarakat mengandung nilai-nilai mistik,sehingga hanya dilaksanakan masyarakat Rejang Lebong dalam acara menyambut para biku,perkawinan dan adat marga. Pelaksanaan tari ini disertai pemotongan kerbau atau sapi sebagai syaratnya.
c.       Tari Ganau

Tari Ganau dari bengkulu, merupakan tarian yang diiringi dengan musik. Didominasi olrh iringan mandolin, rebab dan kendang serta lagu dengan irama melayu. Tarian ini dimainkan oleh sekelompok penari wanita dan laki-laki.
Dimulai dengan tempo gerakan yang lambat diakhiri dengan gerakan yang cepat dan menghentak-hentak. Gerakan tangan, serta melompat dan dan formasi yang harmonis dengan iringan musik merupakan ciri khas yang dari tarian ini.

d.      Tari Persembahan Rejang

Penyambutan di Inspirasi Tari Kejai yang sakral dan Agung di Tanah Rejang Tari Penyambutan adalah Tari Kreasi Baru yang diatur sedekat mungkin dengan Tari Kejai. Terinspirasi oleh tari Kejai karena Suku Rejang sendiri jaman dahulu tidak mempunyai Tari Penyambutan, di jaman dahulu penyambutan tamu dilakukan dengan upacara adat.

Tari Kejai adalah tarian sakral dan agung, sehingga sangat pantas untuk di persembahkan untuk Penyambutan Tamu, seperti Pejabat Tinggi Negara, Menteri, Bupati yang berkunjung ke Tanah Rejang, atau pada even-even lain yang bersifat ceremonial, seperti pada acara penyambutan piala Adipura yang tiba di Kota Curup tanggal 7 juni lalu.

Jumlah penari tidak dibatasi,sesuai dengan tempat,bisa putra bisa pula putri, bisa juga berpasangan. Di Rejang Lembak Tari Penyambutan disebut Tari Kurak, namun dalam pembahasan disepakati menggunakan Tari Penyambutan yang telah dibakukan.

Musik yang mengiringi Tari Penyambutan di inspirasi oleh tarian sakral dari Tanah Rejang, musik dan alat musik Tari Penyambutan memakai alat musik khas tradisional Suku Rejang, yaitu gong dan kalintang, yang dari jaman dahulu kala di pakai pada musik pengiring tarian sakral dan agung Suku Rejang yaitu Tari Kejai. Pada umumnya dipakai irama lagu Lalan belek dan Tebo Kabeak.


  1. Tari Lanan Belek
Tari ini diangkat berdasarkan cerita rakyat tentang seorang bidadari yang terpaksa tertinggal, karena saat lagi mandi bersama-sama temannya yang lain selendangnya diambil orang. Suatu saat selendangnya ditemukan kembali dan bidadari tersebut kembali pulang meninggalkan si pemuda yang mendendam.
  1. Tari Bubu
Tari Bubu adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Bengkulu. Tarian ini terinspirasi dari tradisi masyarakat Bengkulu dalam menangkap ikan dengan menggunakan bubu. Bubu adalah alat pancing tradisional yang berbentuk tabung dan terbuat dari bambu.
Tari Bubu biasa ditarikan oleh para penari perempuan dan laki-laki dengan jumlah yang selalu genap (bisa 2,4,6 dan seterusnya). Tidak ada aturan baku  tentang jumlah para penari bubu, mengingat tarian ini dapat ditarikan dengan jumlah yang lebih besar dan disesuaikan dengan ukuran panggung.
  • Pertunjukan Tari Bubu
Pakaian yang dikenakan oleh para penari bubu ini adalah pakaian adat Bengkulu yang berupa baju kurung dengan warna yang cerah dan juga kontras. Pakaian ini juga dilengkapi dengan balutan kain songket dengan memakai motif yang didominasi warna emas. Pada bagian kepala, para penari perempuan biasanya menggunakan penutup kepala berupa siger yang telah dimodifikasi. Sementara itu para penari laki-laki biasanya menggunakan kain songket sebagai penutup kepala. Penutup kepala ini warnanya disepadankan dengan warna pakaian yang mereka dikenakan.
Dalam pertunjukannya, Tari bubu ini diiringi oleh musik yang bersumber dari perpaduan antara alat musik tradisional dan modern, seperti alat musik gendang dan akordian yang dipadukan dengan alat musik gitar dan bass. Musik yang mengiringi tarian ini biasanya bertempo cepat, hal tersebut disesuaikan dengan gerakan tari bubu yang cenderung energik dan juga bersemangat.
  • Para Penari Yang Sedang Memainkan Bubu
Gerak para penari tari bubu ini lebih didominasi oleh gerakan tangan seperti sedang menggambarkan saat menangkap ikan dengan memakai bubu dalam tradisi masyarakat Bengkulu. Tari bubu ini merupakan representasi dari masyarakat Bengkulu yang lekat hubungannya dengan kehidupan bahar.
  1. Tarian Tabot
Tarian Tradisional Bengkulu

Tarian Tabot merupakan Tarian untuk mengenang kisah kehebatan dan kepahlawanan dari cucu Nabi Muhammad SAW. Husein Bin Ali Abi Thalib dalam melakukan peperangan melawan ubaidillah bin zaid di padang karbala irak. Tarian tabot untuk menghormati keturunan dari Syeh Buhanuddin yang di kenal dengan Imam Senggolo dan memiliki cucu yang dikemudian menjadi keluarga tabot. Tarian ini di lakukan pada tanggal 1-10 muharam setiap tahunnya.

  1. Tari Bidadari Teminang Anak
Tarian Tradisional Bengkulu


Tarian yang berasal dari Rejang Lebong. Dari namanya sudah memberikan pengertian kalau Tarian ini di ibaratkan seorang bidadari yang sedang meminang anak. Yang jelas diberi nama yang unik pasti memiliki maksud yang baik oleh pembuatnya dahulu. Kita sebagai generasi penerus harus bisa melestarikannya
  1. Tarian Lanan Belek

Tarian Tradisional Bengkulu

Tarian Lanan Belek di ceritakan dari seorang biadadari yang tertinggal di bumi saat mandi karena selendangnya di ambil seseorang sehingga tidak bisa kembali ke kayangan. Ketika seledangnya sudah ketemu sang bidadari pulang kekayangan dan meninggalkan pemuda tadi sendirian. Seperti kisah joko tarub yang ada di jawa.
Dengan mengenal Tarian Tradisional yang ada di Provinsi Bengkulu kita bisa memahami bahwa warisan budaya di Negara kita itu sangat banyak dan perlu kita lestarikan agar tidak di klaim oleh negara lain ataupun punah.
  1. Tari Iben Pena’ok
Tari Iben Pena’ok merupakan tari adat yang ada di Suku Rejang Kabupaten Lebong. Dalam bahasa Indonesia tari Iben Pena’ok yang artinya penyapa. Iben yang diartikan sirih dan Pena’ok diartikan sebagai persembahan. Dengan adanya tari ini maka diharapkan tari ini sebagai persemabahan para tamu dengan penyapa atau menyapa para tamu dengan hormat. Tari ini terinspirasi dari tari Kejai, dan merupakan kebanggaan masyarakat setempat. Dengan adanya tari Iben Pena’ok ini menandakan bahwa ramahnya masyarakat suku Rejang ketika kedatangan tamu yang sudah pasti bukan penduduk asli daerah setempat, sebagai mana dikemukakan oleh Elly M. Setiadi (2006: 150) bahwa “Tata krama pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah atau norma tertentu.” Hal ini pula yang dirasakan penulis ketika sampai di Kabupaten Lebong, dengan suasana yang sejuk dan ditambah penduduk suku Rejang di Kabupaten Lebong ini sangat antusias dan ramah, walaupun kedatangan kami tidak disambut dengan tarian adat.

Jumlah penari dalam tari Iben Pena’ok ini tidak ditentukan. Mulai dari 7, 9, atau 11 orang. Aturannya adalah 3 penari di depan dan setiap barisan kebelakang terdapat 2-2 penari kiri-kanan. Untuk 3 penari yang ada di depan pada bagian tengah membawa sirih yang artinya sebagai pembukaan pembicaraan, bagian kiri membawa sedingin yang memberi arti agar tamu yang datang merasa tenang dan tidak merasa was-was, dan bagian kanan membawa beras kunyit yang melambangkan kesejahteraan
. Setelah tamu masuk maka dilakukanlah prosesi yang disebut menggendo yang diiringi dengan Krilu yang merupakan alat musik asli daerah Rejang yang menyerupai suling.
 Pakaian untuk menari tari Iben Pena’ok ini diangkat dari pakaian tari Kejai hanya terdapat sedikit perubahan sementara kalau tari Iben Pena’ok boleh menggunakan pakaian dengan warna lain. Berbeda dengan tari Kejai yang harus menggunakan pakaian warna merah marun sementara dasar tariannya diambil sedikit dari tari Kejai,
Tari Iben Pena’ok berfungsi sebagai tari dalam penyambutan tamu kehormatan. Pada zaman dahulu tari Iben Pena’ok berfungsi untuk menyampaikan pesan atau nasehat kepada mempelai yang baru di akad nikahkan semua pesan atau nasehat disampaikan melalui tari Iben Pena’ok, dahulu tari ini tidak menggunakan alat musik untuk meramaikannya maka dilakukan dengan menggendo. Setelah berkembangnya zaman, tari Iben Pena’ok di daerah Rejang Lebong ini digunakan untuk menyambut para tamu kehormatan seperti datangnya Presiden, Menteri, Gubernur, dll.
Hal ini sudah membuktikan bahwa tari di Indonesia khususnya di suku Rejang Kabupaten Lebong ini mengalami perubahan akibat pengaruh-pengaruh dari luar seperti perkembangan zaman dengan inovasi yang sangat memadai, kreativitas yang tinggi. Dan perlu menjadi catatan, bahwa pengaruh-pengaruh tersebut kemudian ditanggapi secara kreatif oleh para seniman. Bahkan hasilnya adalah, bahwa bentuk-bentuk seni pertunjukkan tersebut menjadi lebih berwarna. Walaupun hal seperti ini mengakibatkan berkurangnya nilai-nilai tradisi.
3.      Alat Musik Tradisional



Di provinsi Bengkulu terdapat alat musik yang cukup terkenal, yaitu Dol. Alat musik ini berbentuk mirip gendang yang dimainkan dengan cara ditabuh. Masyarakat Bengkulu dari anak-anak sampai dewasa sangat akrab dengan alat musik Dol. Alat musik lain yang dapat ditemukan di provinsi Bengkulu yaitu gong, kerilu, serdap, gendang, kolintang, serunai, biola, rebana, dan rebak. Selain itu terdapat pula alat musik tradisional seperti serdaun, yang merupakan alat musik tabuh tradisional yang dapat dijumpai dalam tradisi masyarakat Rejang Lebong.

4.      Lagu Daerah Bengkulu

Jenis lagu daerah bengkulu sangat beranekaragam. Ada yang dilantunkan dalam upacara adat, pengiring kesenian atau pada waktu bermain. Ada lagu yang bercorak bahasa Rejang, Melayu Bengkulu, Pasemah, atau bahasa daerah Bengkulu lain. Beberapa nama lagu daerah tersebut, seperti Toy Botoy-Botoy, Bekatak Kurang Kariak, Ding Kedinding Ambin Umbut, Sekundang Setungguan, Ratu Samban

5.      Kerajinan Tradisional
Kerajinan tradisional yang ada di Bengkulu adalah kerajinan Batik. Batik yang ada di Bengkulu ini sama seperti batik-batik yang ada di Jawa dan sekitarnya yang mana menghasilkan beragam batik dan menjadi ciri khas dari Indonesia. Tetapi tetap berbeda dengan batik jawa, batik jawa identik dengan warna coklat, kuning, merah, hijau, dan biru. sedangkan batik besurek memiliki warna yang lebih cerah dan beragam.
Batik yang di maksud adalah Batik Besurek. Batik Besurek adalah kain batik asli Bengkuluyang merupakan element Budaya Bengkulu, motif utama batik Besurek adalah huruf kaligraf atau kain batik yang dihiasi dengan huruf-huruf Arab Gundhul.
Di beberapa kain, terutama untuk upacara adat, kain ini memang bertuliskan huruf Arab yang bisa dibaca. Tetapi, sebagian besar hanya berupa hiasan mirip huruf Arab atau yang di sebut tadi dengan Arab Gundhul.
Berbagai motif dasar batik kain Besurek antara lain :
  • motif kaligrafi –> merupakan motif yang diambil dari huruf-huruf kaligrafi. Untuk batik besurek modern, biasanya kaligrafinya tidak memiliki makna.
  • motif bunga rafflesia –> bergambar bunga rafflesia arnoldi yang merupakan bunga raksasa khas bengkulu.. motif bunga rafflesia bisa dibilang sebagai motif utama kain besurek setelah kaligrafi.
  • motif burung kuau –> bergambar seperti burung, tetapi terbuat dari rangkaian huruf-guruf kaligrafi.
  • motif relung paku –> bentuknya meliuk-liuk, persis seperti tanaman relung paku.
  • motif rembulan –> merupakn motif yang digambar seperti rembulan yang bulat. Biasanya dipadukan dengan motif kaligrafi.

6.      Budaya Bengkulu

1. Budaya Bunker Coa Sako

Budaya Bunker Coa Sako adalah sebuah Cagar Budaya berbentuk sebuah bunker atau tempat perlindungan di bawah tanah yang dibangun pada jaman penjajahan Inggris di Bengkulu. Bangunan bunker berjumlah 3 ruangan yang ruangannya tidak saling berhubungan antara satu dengan lainnya. Situs yang berkepemilikan adalah milik pribadi atas nama ajisul ini sangat memprihatinkan karena terbengkalai dan tak terurus karena tidak mendapatkan perhatian dari pemerintahan setempat.

2. Upacara Tabot

Upacara Tabot merupakan upacara tradisional masyarakat Bengkulu yang diadakan untuk mengenang kisah kepahlawan Hussein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW, yang wafat dalam peperangan di padang Karbala, Irak. Tradisi Tabot dibawa oleh para pekerja Islam Syi‘ah dari Madras dan Bengali, India bagian selatan, yang dibawa oleh tentara Inggris untuk membangun Benteng Marlborough (1713—1719). Mereka kemudian menikah dengan penduduk setempat dan meneruskan tradisi ini hingga ke anak-cucunya.Upacara Tabot sebenarnya tidak hanya berkembang di Bengkulu saja, namun juga sampai ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meulaboh, dan Singkil. Dalam perkembangannya, kegiatan Tabot kemudian menghilang di banyak tempat. Saat ini, hanya ada dua tempat yang melaksanakan upacara ini, yakni Bengkulu dan Pariaman, Sumatra Barat yang menyebutnya dengan Tabuik.

Tabot sendiri berasal dari kata Arab, Tabut yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti. Tabot dikenal sebagai peti yang berisikan kitab Taurat Bani Israil, yang dipercaya jika muncul akan mendapatkan kebaikan, namun jika hilang akan mendapatkan malapetaka. Saat ini, Tabot yang digunakan dalam Upacara Tabot di Bengkulu berupa suatu bangunan bertingkat-tingkat seperti menara masjid, dengan ukuran yang beragam dan berhiaskan lapisan kertas warna warni.

Pembuatan Tabot harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan secara bersama-sama oleh keluarga pemilik Tabot, keturunan Syekh Burhanudin (Imam Senggolo) yang merupakan pelopor diperkenalkannya Tabot di wilayah Bengkulu. Terdapat dua kelompok besar keluarga pemilik Tabot, yakni kelompok Tabot Barkas dan Tabot Bangsal. Upacara yang pada awalnya digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW ini, sejak penduduk asli Bengkulu (orang Sipai) lepas dari pengaruh Syi‘ah berubah menjadi sekadar kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, upacara ini juga dijadikan sebagai bentuk partisipasi orang-orang Sipai dalam pelestarian budaya tradisional Bengkulu. Sejak 1990, upacara ini dijadikan agenda wisata Kota Bengkulu, dan kini lebih dikenal sebagai Festival Tabot.

BAB III
Kesimpulan

          Di
wilayah Bengkulu, kita kenal berbagai jenis seni pertunjukan yang lazim disebut ’teater tradisional’ (telah mentradisi), ’teater rakyat’ (karena merakyat) atau ’teater daerah’ (berciri khas daerah). Secara konvensional, yang dimaksud teater daerah terbatas pada seni pertunjukan yang memiliki ciri khas daerah tertentu. Tidak hanya seni pertunjukan teater yang berkembang di Bengkulu seni tari juga berkembang. Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta”. Tari di Indonesia mulanya berasal dari gerakan – gerakan ritual yang berfungsi sebagai alat upacara yang menurut sejarahnya, seperti persembahan kepada nenek moyang atau leluhur ( animisme ). Sebuah tarian menjadi ciri khas dari masyarakat pemiliknya, tarian juga diyakini memiliki peranan dan fungsi tersendiri dalam setiap penyajiannya. Salah satu Tarian tersebut berasal dari Suku Rejang yang terdapat pada Kabupaten Lebong. Tari merupakan gerak tubuh yang berkesinambungan melewati ruang yang telah ditentukan dengan ritme tertentu yang dilakukan secara sadar. Perkembangan seni tari Bengkulu sangat terkait dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya, baik ditinjau dari struktur etnik maupun dalam lingkup negara kesatuan. Untuk mengiringi tari dan teater serta lagu daerah juga diiringi oleh alat musik, supaya pertunjukan lebih khitmat dan suasana pertunjukan pun lebih terlihat. Kebudayaan yang masih dilestarikan sampai sekarang masih menjadi kebiasaan masyrakat Bengkulu. Dan beberapa upacara kebudayaan Bengkulu juga ada di daerah Sumatera Barat lainnya. Semua unsure kesenia dan kebudayaan Bengkulu identitas budaya. Sebuah kesenian  selain menjadi ciri khas dari masyarakat pemiliknya, kesenian  juga diyakini memiliki peranan dan fungsi tersendiri dalam setiap penyajiannya.
Daftar Pustaka


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara IV. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
http:www.\bengkulu\Kebudayaan Dan Tari Suku Rejang Di Kabupaten Lebong _ wahyumextori.htm

Komentar

Posting Komentar